Manajemen perubahan (Management of Change) adalah sebuah proses dan pendekatan terstruktur dan sistematis yang digunakan untuk membantu individu, tim maupun organisasi dengan menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya untuk merealisasikan perubahan dari kondisi saat ini menuju kondisi baru yang lebih baik secara efektif dan efisien guna memperkecil dampak dari proses perubahan tersebut.
Manajemen perubahan adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena adanya perubahan dalam organisasi. Manajemen perubahan merupakan proses, alat, dan teknik untuk mengelola orang-sisi proses perubahan, untuk mencapai hasil yang diperlukan, dan mewujudkan perubahan secara efektif di dalam individu, tim, dan sistem yang luas.
Manajemen perubahan pada
hakikatnya adalah sebuah proses yang mengadaptasi pendekatan manajemen yaitu
planning, organizing, actuating, dan controlling untuk melakukan sebuah
perubahan dalam sebuah organisasi. Manajemen perubahan ditujukan untuk
memberikan solusi bisnis yang diperlukan dengan sukses dengan cara yang
terorganisasi dan dengan metode melalui pengelolaan dampak perubahan pada orang
yang terlibat di dalamnya.
Berikut definisi dan
pengertian manajemen perubahan dari beberapa sumber buku:
Menurut Coffman dan Lutes (2007), manajemen
perubahan adalah sebuah pendekatan terstruktur yang digunakan untuk membantu
baik individu, tim maupun organisasi untuk transisi dari kondisi saat ini
menuju kondisi baru yang lebih baik.
Menurut Winardi (2011), manajemen perubahan adalah
upaya yang ditempuh manajer untuk memanajemen perubahan secara efektif, dimana
diperlukan pemahaman tentang persoalan motivasi, kepemimpinan, kelompok,
konflik, dan komunikasi.
Menurut Wibowo (2012), manajemen perubahan adalah
proses secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya
yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena
dampak dari proses tersebut.
Menurut Nauheimer (2007), manajemen perubahan adalah
proses, alat dan teknik untuk mengatur proses perubahan pada sisi orang untuk
mencapai hasil yang diperlukan dan untuk merealisasikan perubahan secara
efektif melalui agen perubahan, tim dan sistem yang lebih luas.
Jenis-jenis Manajemen Perubahan
Menurut Harischandra (2007), berdasarkan
sifatnya terdapat tiga jenis perubahan dalam sebuah organisasi, yaitu:
- Smooth
incremental change, dimana
perubahan terjadi secara lambat, sistematis dan dapat diprediksi serta
mencakup rentetan perubahan dalam kecepatan konstan.
- Bumpy incremental
change, dimana perubahan ini dicirikan
sebagai periode relatif tenang yang sekali-sekali disela percepatan gerak
perubahan yang dipicu oleh perubahan lingkungan organisasi dan juga bisa
bersumber dari internal seperti tuntutan peningkatan efisiensi dan
perbaikan metode kerja.
- Discontinous
change, dimana perubahan ditandai dengan
pergeseran-pergeseran cepat atas strategi, struktur, budaya, dan ketiganya
sekaligus. Discountinous change adalah frame breaking change, yaitu perubahan
yang bersifat revolusioner dan cepat.
Fase dan Tahapan Manajemen
Perubahan
Menurut Haines (2005), terdapat beberapa
fase yang ditempuh dalam menjalankan manajemen perubahan, yaitu sebagai
berikut:
- Fase A:
Positioning Value/Strategic Position (menentukan posisi strategis). Fase ini merupakan tahapan dalam system
thinking dimana apa yang menjadi tujuan/posisi strategis organisasi
didefinisikan dengan jelas. Posisi inilah yang akan dicapai dengan
perubahan organisasi.
- Fase B: Measures
Goals (mengukur tujuan).
Dalam fase ini ditentukan ukuran-ukuran dan mekanisme yang digunakan untuk
melihat apakah tujuan telah dicapai.
- Fase C: Assesment
Strategy (Strategi Assesmen).
Pada fase ini ditentukan gap (kesenjangan) antara kondisi saat ini dan
kondisi yang diinginkan. Sehingga dapat ditentukan langkah-langkah untul
mencapai kondisi yang diinginkan dengan lebih baik.
- Fase D: Acions
Level-level (aktivitas perubahan).
Fase ini akan mendefinisikan dan mengimplementasikan strategi yang akan
mengintegrasikan semua proses, aktivitas, hubungan dan perubahan yang
dibutuhkan untuk mengurangi gap atau untuk merealisasikan tujuan yang
sudah ditentukan pada fase A.
- Fase E:
Environment Scan (identifikasi lingkungan eksternal). Pada fase ini dilakukan identifikasi lingkungan
eksternal yang mempengaruhi perubahan. Identifikasi ini dilakukan dengan
menggunakan scanning framework (kerangka kerja identifikasi) SKEPTIC (Social
Kompetition Economic Politics Technology Industri Customer). Hasil
identifikasi ini akan memberikan arah dan seberapa besar perubahan yang
akan dilakukan.
1. Pengertian
Produktivitas
•
Produktivitas adalah
ukuran sampai sejauh mana sebuah kegiatan mampu mencapai target kuantitas dan
kualitas yang telah ditetapkan.
•
Contoh:
Jika
sebuah perusahaan menargetkan untuk menghasilkan 1000 unit produk dalam waktu 1
jam dengan kualitas A dengan mempergunakan 100 orang pekerja, maka perusahaan
tersebut dikatakan produktif atau produktivitasnya dikatakan tinggi jika
rata-rata pekerja mampu mengerjakan sebanyak 10 unit produk atau lebih dengan
kualitas A dalam waktu 1 jam.
Akan
tetapi, perusahaan dikatakan tidak produktif atau kurang produktivitasnya jika
dalam 1 jam setiap pekerja hanya mampu mengerjakan 9 unit produk berkualitas A
atau kurang.
2. Metode Peningkatan
Produktivitas
•
Metode Just-In-Time memiliki
dua pengertian:
•
Pengertian pertama yaitu sebuah pengendalian
proses produksi dengan jalan meminimumkan pengelolaan persediaan (juga biaya
persediaan) melalui penggunaan seluruh material dan bahan produksi dengan jalan
hanya mendatangkannya (atau memesannya dari pemasok) pada saat tertentu (just-in-time)
ketika kegiatan produksi dilakukan.
•
Pengertian kedua yaitu sebuah konsep
pengelolaan produksi yang berusaha untuk mengoptimalkan hasil produksi melalui
pengurangan pemborosan sumber daya.
•
Kedua pengertian tersebut memiliki tujuan yang
sama, yaitu peningkatan produktivitas melalui efisiensi.
•
Metode JIT, memiliki tujuh faktor yang
menyebabkan inefisiensi atau pemborosan sumber daya perusahaan:
•
Overproduction –
memproduksi terlalu banyak yang tidak sesuai dengan jumlah permintaan konsumen.
•
Waiting – ketidaksesuaian alur
kerja di perusahaan, sehingga sering kali terjadi keterlambatan karena proses
lain belum selesai.
•
Transportation –
proses pengerjaan dari satu tempat ke tempat yang lain berjalan secara tidak
efisien.
•
Processing – fenomena di mana
kadangkala dalam sebuah proses produksi dari suatu perusahaan terdapat kegiatan
yang tidak diperlukan.
•
Motion – fenomena pergerakan dari
para pekerja yang tidak perlu dan tidak terkait dengan pekerjaan.
•
Stock – adanya persediaan yang berlebihan baik di
dalam maupun di luar perusahaan.
•
Defective Products –
fenomena terjadinya kerusakan atau ketidaksesuaian produk akhir dari standar
yang telah ditetapkan.
•
Metode Desain dan Pengerjaan dengan Bantuan
Komputer (Computer-Aided Design) dan Computer
Aided-Manufacturing. Metode ini merupakan penggunaan teknologi
komputer dalam melakukan desain & pengerjaan kegiatan perusahaan; khususnya
dalam kegiatan produksi.
•
Sistem Pengerjaan yang Fleksibel (Flexible
Manufaturing System) adalah kelanjutan dari sistem pengerjaan
proses produksi yang berbasiskan teknologi komputer.
•
Sistem Pengerjaan Terintegrasi Berbasis
Komputer yang dikenal sebagai metode pengerjaan dengan mengintegrasikan konsep
otomatis, just-in-time, pengerjaan fleksibel, dan CAD/CAM adalah motede
pengerjaan yang dikenal sebagai sistem pengerjan terintegrasi berbasis komputer
atau lebih dikenal dengan Computer-Integrated Manufacturing (CIM).
•
Manajemen Berbasis Supplay Chain adalah
konsep yang menjelaskan proses interaksi antara pemasok, pabrik atau
perusahaan, distributor dan konsumen.
•
MO menjalankan proses produksi, mengelola
pasokan, meminta komponen dan bahan, merencanakan dan menjadwalkan operasi,
mengawasi proses akutansi biaya dan mengatur pengiriman keluar.
•
CAD mendesain produk, kemudian menganalisis untuk
memastikan kualitas &mengambil data yang dibutuhkan untuk merencanakan
proses manufaktur, mendesain cetakan dan perkakas, dan membuat program
permesinan produksi.
• CAM memproses bahan baku mejadi komponen yang akan
dipindahkan ke daerah perakitan.
• ASRS (Automated Storage and Retrieval System)
dan AGV (Automated Guided Vehicle) memindahkan bahan dan komponen yang masuk,
barang setengah jadi, dan barang jadi.
• Robot menyatukan produk, mengujinya dengan perlatan
otomatis, dan mengkotakkan produk jadi untuk dikirim.
•
CIM (Computer- Integrated Manufacturing)
•
FMS (Flexible Manufacturing System)
3. Tanggapan Manajerial
Terhadap Perubahan
•
Manajer harus mampu mengantisipasi dan
beradaptasi perubahan-perubahan dalam lingkungan.
•
Organisasi yang tidak mampu beradaptasi
terhadap lingkungannya tidak akan bertahan hidup.
•
Pengelolaan perubahan secara efektif tidak
hanya diperlukan bagi kelangsungan hidup organisasi tetapi juga sebagai
tantangan pengembangan.
•
Passive
• Tak peduli apa itu masa depan, yang penting
kerjakan sebaik-baiknya sekarang. Yang penting, kita kerja keras dan makin
efisien.
•
Reactive
• Kita tunggu saja apa perubahannya, kita nanti sesuaikan/adaptasi
dengan keadaan perubahan itu.
•
Anticipative
• Kita perlu mencari tahu akan terjadi perubahan apa, sumber-sumber perubahannya. Kita harus sudah menyiapkan sarana prasarana dan ikut berubah bersama.
•
Proactive
• Obsesi untuk menjadi pemimpin perubahan, ikut
menentukan dan menciptakan perubahan, menentukan standar-standar baru industri.
Karakteristik
Perubahan
•
Tujuan dan sasaran organisasi
•
Strategi dan kebijaksanaan
•
Manajerial dan teknologi baru
•
Sikap dan perilaku para karyawan
•
Kenaikan biaya
•
Kelangkaan sumber daya
•
Tingkat persaingan
• Perubahan pasar konsumen dan pasar tenaga kerja
•
Perubahan sistem ekonomi dan tingkat suku
bunga.
1. Proses Perubahan
Edgar H. Schein
mengemukakan tiga langkah proses perubahan organisasi:
UNFREEZING (PENCAIRAN)
Dalam tahap ini karyawan yang akan terkena
perubahan dijelaskan mengenai pentingnya perubahan sehingga karyawan sadar akan
pentingnya perubahan.
CHANGING (PERUBAHAN)
Setelah karyawan siap terhadap perubahan,
perubahan kemudian dilakukan. Perubahan dapat melibatkan agen perubahan
yang membantu proses perubahan melalui identifikasi dan internalisasi. Dalam
tahap ini, sikap dan perilaku baru diajarkan pada karyawan.
REFREEZING
(PEMBEKUAN KEMBALI)
Tahap ini bertujuan membuat nilai, sikap dan
perilaku yang baru atau yang diinginkan menjadi norma yang baru. Tahap ini
dapat dilakukan dengan memberi dukungan atau memaksa perilaku yang baru tersebut.
Manajemen Perubahan
dalam Organisasi
• Perubahan organisasi atau pembaharuan
organisasi (organizational change) didefinisikan sebagai pengadopsian
ide-ide atau perilaku baru oleh sebuah organisasi.
• Organisasi dirancang untuk beradaptasi dengan
perubahan lingkungan melalui pembaharuan dan pengembangan internal.
• Perubahan organisasi dicirikan dengan berbagai
usaha penyesuaian-penyesuaian desain organisasi di waktu mendatang.
• Dalam pengertian lain perubahan organisasi
merupakan proses penyesuaian desain organisasi terhadap kondisi lingkungan yang
dihadapi. Perubahan dapat bersifat reaktif dan proaktif.
Model Force-Field
• Perubahan yang direncanakan merupakan
pekerjaan yang cukup rumit. Karena itu, manajer perlu memahami perubahan yang direncanakan
tersebut.
• Kurt Lewin mengembangkan model Force-Field untuk
menjelaskan proses perubahan, bahwa perilaku manusia merupakan hasil
keseimbangan dari dua hal:
• Menurut model ini, jika kita berusaha
mendorong faktor pendorong, maka reaksi alamiah yang terjadi adalah semakin
kuatnya faktor penahan (aksi menciptakan reaksi).
• Pemecahan yang lebih efektif adalah mengurangi
atau memperlemah faktor-faktor penahan.
Contoh:
jika karyawan menolak mesin baru karena takut kemungkinan di PHK (karena
efisiensi mesin baru), maka manajer dapat memberi penjelasan bahwa tidak akan
ada PHK. Dengan cara ini faktor penahan akan kebutuhan mesin baru dikurangi.
Sumber-sumber Penolakan
- Ketidakpastian
Setiap
perubahan selalu mengakibatkan ketidakpastian meskipun dengan tingkat yang
berbeda-beda. Perubahan struktur organisasi mengakibatkan ketidakpastian
pekerjaan yang baru, atau ketidakpastian apakah akan ada pemberhentian kerja
atau tidak.
2. Kepentingan Diri Sendiri
Anggota
organisasi bekerja untuk organisasi karena mengharapkan memperoleh imbalan
tertentu: gaji dan kepuasan kerja. Dapat saja perubahan mengakibatkan
berkurangnya gaji dan prestasi kerja, atau akibat perubahan struktur organisasi
akan mengurangi wewenang dan kekuasaan manajer. Manajer dengan demikian
cenderung menolak perubahan.
3. Persepsi Yang Berbeda
Apabila
ada perubahan, maka reaksi yang terjadi akan berbeda-beda, tergantung persepsi
masing-masing. Manajer yang lebih tahu konsekuensi perubahan akan sangat
ketakutan terhadap perubahan. Sementara karyawan yang tidak begitu tahu
informasi, tidak akan berpikir mengenai kemungkinan jelek, dan karena itu tidak
begitu menolak perubahan yang terjadi.
- Perubahan
Suasana Kerja
Perubahan
akan mengakibatkan perubahan suasana dan jaringan kerja yang sudah terbentuk
mapan. Misal teman kerja karyawan yang paling baik tiba-tiba pindah ke gedung
lain, maka karyawan tersebut tidak akan lagi mempunyai teman untuk mengobrol
atau berkonsultasi.
Metode Penanganan Penolakan Perubahan
1. Pendidikan dan Komunikasi
Memberikan penjelasan
tentang kebutuhan akan perubahan dan logika dari perubahan kepada individu,
kelompok dan organisasi keseluruhan. Pendekatan ini digunakan bila ada
kekurangan informasi atau informasi yang tidak tepat serta kekurangan
analisanya.
2. Partisipasi dan penyertaan
Meminta atau
mengikutsertakan anggota organisasi untuk membantu mendesain perubahan.
Pendekatan yang dapat digunakan bila pemrakarsa tidak mempunyai semua informasi
yang dibutuhkan untuk mendesain perubahan dan orang lain mempunyai kekuatan
cukup besar untuk menolak perubahan.
3. Memberi fasilitas dan
dukungan
Memberikan program
pelatihan ulang, liburan, dukungan emosional dan memahami orang yang
terpengaruh terhadap perubahan. Pendekatan yang dapat digunakan bila orang akan
menolak karena masalah penyesuaian.
4. Negosiasi dan persetujuan
Melakukan negosiasi dengan penolak potensial atau mengusahakan surat
pemahaman tertulis. Pendekatan digunakan bila beberapa orang atau organisasi
dengan kekuatan besar untuk menolak perubahan.
5. Manipulasi dan pemilihan
menjadi anggota
Memberikan peran yang
diinginkan oleh orang yang berpengaruh dalam mendesain atau mengimplementasikan
proses perubahan. Pendekatan ini digunakan bila taktik lain tidak akan berhasil
atau terlalu mahal.
6. Memaksa secara
terang-terangan dan terselubung
Menakut-nakuti dengan
kehilangan pekerjaan atau pemindahan, tidak dipromosikan dan sebaginya.
Pendekatan ini digunakan bila kecepatan dalam proses perubahan diperlukan dan
pemrakarsa perubahan memiliki kekuatan yang cukup besar.
Strategi Manajemen Perubahan
Menurut
Kotter (1996), terdapat delapan strategi sukses dalam proses membangun
manajemen perubahan pada suatu organisasi, yaitu sebagai berikut:
- Establishing a Sense of Urgency
(membangun rasa urgensi). Tahapan ini adalah tahapan untuk
membangun motivasi, dengan mengkaji realitas pasar dan kompetisi,
mengidentifikasi dan membahas krisis, potensi krisis atau peluang besar,
sehingga timbul alasan yang baik untuk melakukan sesuatu yang
berbeda.
- Creating the Guiding Coalition
(menciptakan koalisi penuntun). Pada tahapan ini dibentuk sebuah
koalisi untuk memulai perubahan sebagai sebuah tim yang terdiri dari
orang-orang yang memiliki kekuasaan yang cukup untuk memimpin perubahan.
Tim tersebut tidak harus mencakup dari semua orang yang memiliki kekuasaan
atau yang menduduki kedudukan pada struktur organisasi, tetapi setidaknya
orang-orang yang yang memiliki pengaruh dan kekuasaan, keahlian,
kredibilitas dan jiwa pemimpin untuk memulai perubahan.
- Developing a Vision and Strategy
(merumuskan visi dan strategi). Pada tahapan ini perlunya dibuat
sebuah visi untuk membantu mengarahkan upaya perubahan dan merumuskan
strategi untuk mencapai visi.
- Communicating the Change Vision
(mengkomunikasikan visi perubahan). Pada tahapan
ini perlunya mengkomunikasikan visi dan strategi perubahan pada seluruh
elemen organisasi secara terus menerus dengan menggunakan setiap
kesempatan yang ada, dan menjadikan koalisi penuntun sebagai model
perilaku yang diharapkan dari pegawai.
- Empowering Broad-Based Action
(memberdayakan tindakan yang menyeluruh). Pada tahapan
ini dilakukan kegiatan-kegiatan dengan melibatkan keseluruhan elemen
organisasi untuk menyingkirkan rintangan, mengubah sistem atau struktur
yang merusak visi perubahan, dan mendorong keberanian mengambil resiko
serta ide, aktivitas dan tindakan non-tradisional.
6. Generating Short Term Wins (menghasilkan kemenangan jangka pendek). Orang belum tentu akan mengikuti proses perubahan selamanya bila tidak melihat hasil nyata dari usahanya selama ini. Pada tahapan ini dilakukan perencanaan untukmeningkatkan kinerja sebagai hasil dari perubahan/kemenangan yang dapat dilihat, dan juga memberi pengakuan dan penghargaan yang dapat dilihat kepada orang-orang yang memungkinkan tercapainya kemenangan tersebut.
7. Consolidating Gains and Producing More
Change (mengkonsolidasikan hasil dan mendorong perubahan yang lebih besar).
Pada tahapan ini dilakukan kegiatan-kegiatan untuk membuat proses perubahan
tersebut semakin besar dengan menggunakan kredibilitas yang semakin meningkat
untuk mengubah semua sistem, struktur dan kebijakan yang tidak cocok dan tidak
sesuai dengan visi transformasi, mengangkat, mempromosikan dan mengembangkan
orang-orang yang dapat mengimplementasikan visi perubahan dan meremajakan
proses perubahan dengan proyek, tema dan agen perubahan yang baru.
8. Anchoring New Approaches in the Culture
(menambatkan pendekatan baru dalam budaya). Dalam tahapan akhir
ini, semua hasil perubahan yang telah dilakukan dijadikan budaya kerja yang
baru dengan menciptakan kinerja yang lebih baik melalui perilaku yang
berorientasi pada pelanggan dan produktivitas, kepemimpinan yang lebih baik,
serta manajemen yang lebih efektif, mengartikulasikan hubungan antara perilaku
baru dan kesuksesan organisasi serta mengembangkan berbagai cara untuk menjamin
perkembangan kepemimpinan dan sukses.
DAFTAR PUSTAKA
Coffman, Karen
dan Lutes, Katie. 2007. Change Management: Getting User Buy-In.
USA: Management of Change.
Winardi.
2011. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: Rineka
Cipta.
Wibowo.
2012. Manajemen Perubahan. Jakarta: Rajawali Press.
Nauheimer,
Holger. 2007. Change Management for One World: A Virtual Toolbook
for Learning Organization in Development. Online:
www.change-management-toolbook.com
Davidson, Jeff.
2005. Change Management. Jakarta: Prenada Media.
Harischandra,
Hans. 2007. Pengaruh Manajemen Perubahan Terhadap Budaya Organisasi
dan Gaya Kepemimpinan Manager di PT. Alfa Retailindo Tbk. Jurnal
Manajemen, Vol.3, No.1.
Haines, Stephen
dkk. 2004. Enterprise Wide Change: Superior Result Through Systems
Thinking. New York: Wiley.
Kotter, J.P.
1996. Leading Change. Boston: Harvard Business Press.
Griffin, bab 7 & 8
Mamduh, bab 10
Stoner, bab 12
Williams, bab 11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar